PEREMPUAN HEBAT PEJUANG KUSTA

Agustus 18, 2023

Pernah mendengar Kusta? Mungkin sebagian masyarakat pernah mendengar tentang kusta namun salah persepsi tentangnya. Kusta atau lepra merupakan penyakit langka dan menular tapi bisa disembuhkan. Sebagian besar masyarakat masih menganggap kusta sebagai penyakit kutukan atau penyakit aib yang memalukan sehingga tidak ingin berdekatan dengan penyandangnya. Namun hal ini tidak berlaku bagi Ratna Indah Kurniati. Ia justru semakin mendekati penyandang kusta untuk memberikan penyembuhan, support dan berupaya agar mata rantai penularannya terputus. Ia membuka harapan setelah asa bagi penyandang kusta.


Ratna Indah Kurniawati, perawat di puskesmas kec. Grati, Pasuruan 




SIAPAKAH RATNA?


Ratna Indah Kurniawati merupakan seorang perawat yang bertugas di puskesmas Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Perempuan kelahiran Pasuruan, Jawa Timur pada 23 April 1980 ini terjun menangani penderita kusta secara langsung sejak tahun 2009. Sedari lahir, Ratna tinggal di daerah endemik kusta dengan penyandang kusta yang jumlahnya banyak bahkan setiap tahunnya bertambah 20 sampai 30 penderita baru. Berbekal profesinya yang berkecimpung di dunia kesehatan maka Ratna ingin menurunkan jumlah penyandang kusta dengan pendekatan, pengobatan dan pemberdayaan.




STIGMA NEGATIF MENGENAI KUSTA


Label buruk penyakit kusta menjadi awal mula Ratna tergerak untuk melawan kusta. Menurutnya banyak penderita kusta yang dikucilkan di masyarakat. Stigma dan diskriminasi itu masih ada.


Sejak dahulu stigma negatif memang sudah menjamur di kalangan masyarakat. Hal ini mengakibatkan penyandang kusta merasa malu dan tidak terbuka kepada aparat kesehatan sehingga kasus penyakit kusta sulit ditangani. Padahal penyakit kusta yang lambat ditangani bisa menyebabkan kecacatan anggota tubuh. Tak jarang para penyandang kusta juga tersisih dari kehidupan sosial sehingga membuat mereka tertekan, tidak berdaya bahkan depresi. 


Minimnya edukasi tentang kusta membuat masyarakat " takut " bertemu dengan penyandang kusta dan OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta). Kusta memang penyakit menular tapi perlu ditekankan bahwa penularan kusta tidaklah mudah. Kusta dapat menular melalui cairan ludah atau dahak penderitanya dengan masa inkubasi 2 tahun. Penderita yang sedang dalam pengobatan juga tidak menularkan penyakit karena 99 % kumannya sudah mati. Daya tahan tubuh yang kuat juga gak gampang tertular penyakit ini.


Ratna tak peduli dengan anggapan orang yang menyebut kusta berbahaya. Ia terus berjuang melakukan pendekatan kepada penyandang kusta, memberikan pengobatan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang kusta. Ia mendirikan Kelompok Perawatan Dini (KPD) yang dibinanya dan gencar mengajak bahkan mendatangi satu persatu para penyandang kusta untuk bergabung ke dalamnya. Meski awalnya yang datang hanya satu atau dua orang tapi lama kelamaan banyak yang datang karena melihat penderita yang bergabung sebelumnya mulai bisa berbaur dengan masyarakat untuk aktivitas bersama.




PELATIHAN UNTUK MEMBANGUN EKONOMI SOSIAL PENYANDANG KUSTA DAN OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta)


Ratna sadar bahwa penyandang kusta dan OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) akan sulit mencari nafkah di tengah masyarakat. Apalagi penyandang kusta yang sudah mengalami kecacatan akan sulit mencari pekerjaan dengan kondisi anggota tubuh yang tak sempurna. Oleh sebab itu, di dalam Kelompok Perawatan Dini (KPD) yang dibentuknya, Ratna gak hanya memberikan pemahaman tentang penyakit kusta tapi juga memberdayakan mereka dengan memberikan pelatihan-pelatihan agar kehidupan ekonomi sosial mereka menjadi mandiri.


Pelatihan yang diberikan meliputi pelatihan menjahit, menyulam jilbab, membuat bros, usaha ternak jangkrik, kambing atau ayam, hingga membuat kerajinan rotan. Saat ini Ratna sudah menangani ratusan penyandang kusta dari 9 desa di kecamatan Grati.



Ratna menangani penderita kusta di 9 desa Kecamatan Grati, Pasuruan 


Perjuangan Ratna tak sia-sia. Salah satu binaannya bernama Amat berhasil dengan ternak jangkriknya. Amat merupakan salah seorang warga Desa Rebalas, Kecamatan Grati. Akibat penyakit kusta, pada tahun 1997 ia kehilangan jari-jari tangannya. Dengan kondisi tanpa jari, Amat terpaksa kerja serabutan dan bergantung hidup pada orang tuanya. Berkat bergabung dengan kelompok pemberdayaan Ratna, kini Amat sukses dengan ternak jangkriknya  sendiri. Dalam sebulan, Amat bisa memanen 26 kilogram jangkrik dengan harga jual antara 20 ribu sampai 30 ribu rupiah per kilonya.



TANTANGAN MELAWAN KUSTA


Melawan kusta bukanlah hal gampang. Sebelum seperti sekarang, Ratna dahulu sering mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, baik dari kalangan masyarakat, keluarga bahkan penyandang kusta itu sendiri. 


Ratna pernah diusir dari suatu balai desa saat berkumpul dengan kelompok binaannya. Kebetulan balai desa tersebut dekat dengan sekolah dimana anak-anak sering bermain di situ. Perangkat desa di sana merasa keberatan dengan keberadaan Ratna bersama para penyandang kusta karena menganggap nantinya bisa menularkan penyakit kepada anak-anak. Akhirnya Ratna dan kelompoknya pindah ke balai desa yang lain.


Bukan itu saja, penolakan terberat yang dialami Ratna yaitu berasal dari sang suami. Kala itu ada  penyandang kusta yang datang ke rumah Ratna untuk berurusan dengannya. Saat tamu pulang, sang suami lantas langsung membersihkan dan menjemur tempat duduk bekas tamunya, mencuci gelas bekas air minumnya. Sang suami sangat keberatan dan mengatakan jangan pernah membawa penyandang kusta ke rumah mereka. Apalagi saat itu kedua anak mereka masih balita sehingga takut tertular. Ratna diberikan pilihan antara pekerjaan atau keluarga. Ratna sangat bingung. Namun berkat kesabarannya dalam memberikan pemahaman, akhirnya sang suami luluh.


Ratna juga terus melakukan berbagai upaya seperti mendekati para kepala desa, tokoh masyarakat, dan stakeholder untuk memberikan pemahaman bahwa penyakit kusta dapat disembuhkan dan orang yang sedang dalam pengobatan tidak akan menularkan penyakit lagi. 


Lagi-lagi berkat keyakinannya, para penyandang kusta mulai membuka diri, sadar akan kondisi mereka dan mau melakukan pengobatan. Mereka juga mulai bangkit dan berdaya setelah keterpurukannya. Masyarakat juga tampak memberikan dukungannya termasuk suami Ratna. Mereka memberikan bantuan berupa alat-alat yang dibutuhkan untuk pelatihan pemberdayaan penyandang kusta. Lambat Laun stigma buruk terhadap kusta juga menurun.


Namun ada saja tantangan yang harus dihadapi Ratna. Minimnya pengajar yang mau berbaur dengan penyandang kusta membuat Ratna kesulitan mencari tenaga pengajar pelatihan. Sambil terus memberikan penyuluhan dan edukasi akhirnya ada saja orang baik yang bersedia mengajar.



Ratna Indah Kurniati saat menerima penghargaan SATU Indonesia Award tahun 2011



Usaha tak pernah mengkhianati hasil. Kegigihan, kesabaran, dan keikhlasan Ratna dalam melawan kusta mengantarkannya menjadi salah satu penerima penghargaan anugerah SATU Indonesia Awards pada tahun 2011. Rasanya penghargaan ini pantas untuk Ratna karena pengabdiannya yang begitu besar. Ratna berharap tidak ada lagi cap buruk, stigma negatif dan diskriminasi terhadap penyandang kusta.



Referensi


E-Booklet Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2023


Video Ibu Kaum Marjinal (4/4) - Ratna Indah Kurniawati, Melawan Dusta Kusta di channel YouTube Michael Tjandra Luar Biasa RTV.

You Might Also Like

0 comments